Apakah kamu pernah melihat orang lain bekerja sekeras-kerasnya demi mencapai impiannya untuk menjadi orang yang sukses? Atau apakah kamu pernah mendorong diri sendiri untuk bekerja tanpa henti karena tekanan di tempat bekerja? Ini adalah contoh dari hustle culture.
Apa arti hustle culture?
Menurut Kompas.com, hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa kesuksesan hanya bisa dicapai jika hidup seseorang benar-benar didedikasikan untuk pekerjaan dan bekerja sekeras mungkin hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya, pengertian ini dikutip dari laman Kementerian Ketenagakerjaan.
Budaya ini mungkin terdengar sebagai gerakan yang akan memberikan motivasi, tetapi sebenarnya hustle culture adalah budaya negatif. Di artikel Cake ini, kamu akan belajar tentang apa itu hustle culture, tanda-tanda kamu mengalami hustle culture, penyebab dan dampak hustle culture, hingga cara menghadapi dan menghindari hustle culture.
Setiap orang tentu memiliki rutinitas masing-masing. Memiliki rutinitas memang hal yang bagus, tetapi bagaimana jika hidupmu hanya berisi seputar pekerjaan?
Pagi hari, setelah bangun tidur hal yang kamu cek pertama kali adalah email kerja. Kemudian, bekerja di kantor hingga sore. Sampai di rumah pun masih melanjutkan pekerjaan. Nah, ini adalah salah satu fenomena hustle culture.
Apa itu hustle culture?
Hustle culture juga sering disebut sebagai “Toxic Productivity”, “Burnout Culture,” atau “Workaholism”
Hustle culture terdiri dari dua kata, yaitu “hustle” dan “culture”. Hustle artinya “semangat yang meluap”, sedangkan culture adalah “budaya”. Jadi, hustle culture artinya budaya yang menganggap bahwa kesuksesan bisa dicapai kalau seseorang mendedikasikan hidupnya untuk bekerja tanpa henti di mana pun dan kapan pun.
Meskipun hustle culture di Indonesia mungkin sudah fenomena yang normal, tetapi tidak jelasnya batasan antara kehidupan pekerjaan dan pribadi dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental kamu lho.
Hustle culture mungkin dapat memotivasi kamu untuk menjadi lebih produktif. Namun, tidak tidur atau istirahat, melawan rasa sakit demi menyelesaikan pekerjaan, dan mengorbankan waktu bersama teman dan keluarga hanya untuk bekerja berjam-jam akan menyebabkan kesehatan mental yang buruk, peningkatan kecemasan, dan depresi. Hal ini bukan lagi membuat kamu produktif, tetapi malah membuat kamu menjadi burnout dan toxic productivity.
Oleh karena itu, diperlukan adanya batasan antara kehidupan bekerja dengan kehidupan pribadi. Pastikan kamu memiliki prioritas lain selain bekerja dan juga menyampingkan waktu untuk menikmati hidup.
Mungkin hustle culture dapat mendorong kamu mencapai target dengan cepat, tapi kebiasaan negatif ini kalau dilakukan secara terus-menerus dapat membuat kamu terjebak dalam kondisi burnout.
Sebelum kamu tenggelam dalam fenomena hustle culture, kenali dahulu tanda-tandanya agar kamu dapat menghindari kebiasaan buruk ini. Tanda-tanda seseorang mengalami hustle culture adalah sebagai berikut:
Tahukah kamu? Perkembangan teknologi yang semakin canggih merupakan salah satu penyebab adanya fenomena hustle culture, lho! Sekarang, banyak pekerjaan sudah bisa dilakukan secara remote. Komunikasi pun sudah dipermudah dimana orang tidak lagi harus bertemu tatap muka, rapat, telepon, kirim pesan dan data dapat dilakukan yang penting ada internet. Kemudahan ini mendukung hustle culture di Indonesia maupun di negara lain karena pekerjaan dapat dilanjutkan di luar jam kerja yang ditetapkan.
Seseorang yang tidak mengenal dirinya sendiri dapat mudah terjebak dalam hustle culture. Cara mengenal diri sendiri yaitu dengan cara mengetahui tujuan hidup dan career goals yang ingin dicapai. Dengan ini, kamu tidak akan mudah untuk mengikuti standar orang lain dan juga menghindari burnout.
Berpikir dan bersikap positif memang bagus, tetapi ini tidak berarti bahwa kamu harus memaksa diri untuk menahan emosi negatif. Toxic positivity adalah kondisi dimana kamu menuntut diri sendiri untuk selalu berpikir positif meskipun sedang berada di dalam situasi stres. Contoh dari toxic positivity yaitu, “Kok ngeluh terus, sih? Kapan suksesnya?” atau “Kalau orang lain bisa, aku juga bisa”. Perkataan ini akan membuat seseorang tidak nyaman ketika sedang beristirahat, sehingga terus mendedikasikan dirinya untuk bekerja dan terjebak dalam fenomena hustle culture.
Hustle culture atau hustle life artinya standar di masyarakat yang menganggap semakin sibuk seseorang, maka orang tersebut akan semakin sukses nantinya. Definisi sukses disini bisa berarti mencapai jabatan maupun kekayaan. Standar ini membuat orang-orang terjebak dalam hustle culture, karena jika belum mencapai standar sukses tersebut, masyarakat menganggap bahwa kamu belum sukses.
Sedang cari kerja? Temukan pekerjaan impian kamu di Cake! Job Portal terbaik dan terpercaya di Indonesia. 🎉
Berdasarkan Mental Health Foundation, ada sekitar 14,7% pekerja di Inggris mengalami gangguan kesehatan mental karena mengalami stres bekerja.
Menurut poll sosial media yang dilakukan oleh CNNIndonesia.com, sekitar 77,3% pekerja pernah mengalami burnout.
Dari survei-survei ini, terbukti bahwa dampak negatif dari hustle culture adalah mental yang tidak stabil, ini termasuk gejala depresi, kesejahteraan emosional yang makin buruk, kecemasan atau anxiety, dan bahkan adanya pikiran untuk bunuh diri. Ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup seseorang.
Terlalu banyak bekerja dapat menyebabkan burnout. Apa itu burnout? Menurut Kementerian Keuangan, burnout adalah kondisi stres kronis di mana pekerja mengalami kelelahan baik fisik, mental, dan emosi yang diakibatkan oleh pekerjaannya.
Berikut adalah tanda-tanda seseorang mengalami burnout:
Orang yang terjebak dalam fenomena hustle culture cenderung membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain sehingga tidak akan pernah merasa puas. Budaya ini membuat seseorang merasa harus mengikuti standar yang kurang realistis demi dianggap sukses oleh orang lain. Hal ini menyebabkan seseorang tidak pernah merasa puas dengan hasil kerjanya.
Hustle culture adalah salah satu penyebab seseorang tidak memiliki work-life balance. hustle life artinya hari-hari hanya dipenuhi dengan bekerja terus menerus, sehingga tidak ada waktu untuk kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi.
Padahal, work-life balance penting untuk menjaga kesehatan mental maupun fisik. Ingat, kita sebagai manusia memerlukan sosialisasi dengan orang lain, me time, dan waktu istirahat.
Ada berbagai macam cara untuk menghadapi hustle culture atau burnout. Beberapa perusahaan sekarang sudah menerapkan program dimana karyawan dapat melakukan aktivitas bersama selain bekerja seperti, olahraga, gathering, outing, DIY activity, dinner-party, dan aktivitas lainnya. Selain itu, ada juga perusahaan yang menerapkan aturan bagi karyawannya untuk tidak mengganggu rekan kerja di luar jam kerja. Program-program ini bertujuan untuk membantu karyawan mewujudkan work-life balance.
Hustle culture adalah budaya negatif yang dapat dihilangkan. Usahakan untuk berkomitmen bekerja secukupnya, terus menjalani pola hidup yang sehat, dan menghargai orang lain. Cake akan menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana cara menghindari hustle culture. Jangan kemana-mana, ya!
Fenomena hustle culture biasanya terjadi ketika seseorang masuk masa dewasa muda hingga masa dewasa. Mengapa? Karena para dewasa muda seringkali dituntut untuk bergerak maju oleh orang lain di sekitarnya. Ini akan membuat, para dewasa mulai bertanya tentang arti kesuksesan dan apa tujuan hidup.
Sebagai contoh, dewasa muda yang sudah memulai karirnya menjadi karyawan tentu memiliki tanggung jawab masing-masing. Biasanya, karyawan akan dituntut untuk mencapai target yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Ini bisa menjadi mulainya karyawan terlalu mendedikasikan dirinya untuk bekerja supaya segera mencapai kesuksesan dan pada akhirnya terjebak dalam fenomena hustle culture.
Hustle culture belum tentu dapat mendorong kamu untuk lebih cepat mencapai target, lho! Bisa jadi kamu justru terjebak burnout dan menunda-nunda pekerjaan. Ingat, kesehatan mental dan fisiklah yang penting bagi kamu untuk bisa fokus bekerja dan mempertahankan performa yang baik di tempat bekerja.
Sedang cari kerja? Temukan pekerjaan impian kamu di Cake! Job Portal terbaik dan terpercaya di Indonesia. 🎉
Hal pertama yang bisa kamu lakukan untuk menghindari burnout yaitu mencari hobi di luar pekerjaan. Dengan memiliki hobi atau kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, kamu dapat menyenangkan hatimu. Ini akan membuat hidupmu lebih seimbang atau mencapai work-life balance.
Salah satu cara supaya tidak mudah terpengaruhi untuk mengikuti standar orang lain, kamu haru meningkatkan self awareness atau mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk membantu kamu dalam meningkatkan self-awareness:
Istirahat yang cukup sangat membantu menghindari burnout. Oleh karena itu, kamu harus tahu kapasitas diri dan membuat batasan yang jelas. Jika kamu sudah merasa lelah secara fisik maupun mental, beristirahatlah dan carilah hiburan sejenak. Kamu bisa menggunakan Google Calendar untuk mengingatkan kamu setiap saat untuk beristirahat sejenak dan mengutamakan kesehatan.
Salah satu sumber yang menciptakan fenomena hustle culture adalah media sosial. Sebagai contoh, untuk menunjukkan bahwa dirinya bekerja keras, biasanya orang-orang dengan bangga menunjukkan di sosial media bahwa dirinya sedang bekerja hingga tengah malam. Jangan terintimidasi dengan hal ini, ya! Definisi “sukses” bagi setiap orang berbeda-beda dan setiap orang memiliki waktu yang berbeda-beda untuk mencapai kesuksesan masing-masing. Jadi, hindari untuk membandingkan diri dengan orang lain, ya!
Tidak hanya CV maker gratis, Cake adalah situs lowongan kerja terpercaya dan transparan. Kamu bisa mencari pekerjaan impian kamu dari berbagai perusahaan berkualitas dan ternama. Yuk, buat CV online gratis, portofolio kerja, dan lamar kerja di website pencari kerja Cake.
--- Ditulis oleh Aileen Gabriella ---
Explore a range of job search tools and resources to achieve your dream career goals. Join the fastest-growing talent platform in the APAC region and expand your professional network.